Senin, 28 November 2011

Apa Benar Tape Itu Termasuk Alkohol?

Pertanyaan:

Apa hukum makan tape (ketan atau singkong), karena di dalamnya ada alkohol?
...
Jawaban:

Tape halal, tidak ada yang perlu dirumitkan dalam masalah ini, karena yang diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makanan dan minuman yang memabukkan, dan pengertian memabukkan adalah yang menghilangkan akal disebabkan oleh makanan atau minuman tersebut. Oleh karenanya, jika makanan tersebut dikonsumsi dengan banyak lalu memabukkan, maka mengkonsumsinya meski sedikit pun menjadi haram, berdasarkan sabda Rasulullah,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَا أَسْكَرَ مِنْهُ الْفَرْقُ فَمِلْءُ الْكَفِّ مِنْهُ حَرَامٌ

“Dari Aisyah, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Setiap yang memabukkan itu haram, dan kalau (minum) satu gentong itu memabukkan, maka meminum satu ciduk tangan pun haram.’” (Hr. Abu Daud: 3587, Tirmizi: 1928, dengan sanad shahih)

Dengan ini, maka illat dan patokannya adalah apakah makanan atau minuman tersebut memabukkan ataukah tidak. Kalau memabukkan berarti haram, sedangkan kalau tidak, berarti halal. Bukan karena ada unsur alkohol ataukah tidak, karena makanan yang mengandung unsur alkohol tidak hanya tape, tetapi juga beberapa buah-buahan, seperti durian, juga minuman yang diambil dari buah pohon siwalan (legen, dalam bahasa Jawa). Bahkan, nasi pun mengandung unsur alkohol.

Namun ada dua hal yang perlu diingat:

1. Harap dibedakan antara memabukkan (hilang akal) dengan sakit mabuk karena makan makanan tertentu. Bisa saja sebuah makanan menyebabkan sakit bila dikonsumsi, mungkin karena berlebihan atau mungkin karena alergi. Namun, ini bukan termasuk makanan yang memabukkan karena memabukkan adalah menghilangkan akal.
2. Patokan apakah makanan atau minuman itu memabukkan ataukah tidak adalah jika makanan tersebut dikonsumsi oleh orang yang belum pernah minum minuman keras, bukan orang yang sudah biasa teler karena sering minum minuman keras. Wallahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali pada Majalah Al-Furqon, edisi 12, tahun ke-7, 1430 H/2009 M.

(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa dan aksara oleh redaksi KonsultasiSyariah.com)

Minggu, 27 November 2011

Afghani Tamarind Potatoes

Ini ceritanya lagi pengen nyobain taste baru dilidah, daaannn..pilihanku jatuh ke menu ini, sekalian buat disetorin ke grup pawon ibu. Rasanya semacam kare tapi acyemm, menurutku kurang cocok kl dimakan ma nasi (dasar wong ndeso, belum makan kl ga sama nasi). eh, tp kl dimakan ma roti cocok loh (nggaya euy! menghayati bgt jadi orang timur tengah) :D



ingredients :
1 1/2 tb tamarind paste
2 cup water
8 small boiling potatoes
1/4 cup corn oil (au:olive oil)
1 md onion, thinly sliced
2 ts minced fresh ginger
4 garlic cloves, minced
1/2 ts dried red pepper flakes
1/2 ts ground turmeric
1/2 ts ground cardamom
1/2 ts ground fennel
1/2 ts cinnamon
1/4 ts freshly ground pepper
salt

cooking :

Dissolve tamarind paste in 1 cup water. Let stand 30 minutes. Strain.
Boil potatoes until just tender. cool completely, then peel (au : ga pake dikupas). Usingwooden skewer, pierce each potato in 4 places.

Heat oil in heavy large skillet over medium heat. add onion and cook until crisp and lightly browned, stirring frequently about 10 minutes. Remove from skillet.
Add potatoes and brown well on all sides.  Remove from skillet.
Pour off all but 1 tb oil from skillet. add ginger and garlic and stir 1 minute.
Stir in pepper flakes and turmeric.
Blend in 2 tb water.
Mix in onion.
Add potatoes, tamarind liquid and remaining 14 tb water.
Stir in cardamom, fennel, cinnamon and pepper.

Cover and simmer until sauce has thickened slightly, about 15 minutes. Season with salt

au : pake kentang mini dan ditambah dg daging sapi
source : recipes of muslim world on my android phone :D

Kamis, 17 November 2011

Perihal hukum vaksin dan imunisasi

Perihal Hukum Vaksin

Perihal hukum pemakaian barang haram dalam proses pembuatan vaksin, WHO telah membahasnya dalam sebuah konferensi internasional bersama pemuka agama Islam di Kawasan Timur Tengah dan sekitarnya (termasuk Pakistan), dalam link berikut bisa dibaca salinan Surat Pertanyaan WHO Kepada Pemuka Agama Islam di Kawasan Timur Tengah Perihal Hukum Pemakaian Bahan Haram dalam Proses Pembuatan Vaksin dan Jawaban :

please visit www.immunize.org/concerns/porcine.pdf

Informasi terbaru mengenai hukum vaksin :

Imunisasi adalah masalah ijtihadiyah, maka sikapilah masalah ini sbgmn menyikapi masalah ijtihadiyah lainnya. Hal ini perlu kami tegaskan berhubung adanya sebagian kaum muslimin yg melampaui batas dlm menyikapi masalah ini, adapun klaim bahwa imunisasi adalah konspirasi Yahudi internasional atas bangsa muslim masih perlu di cek kebenarannya (artinya masih belum ada bukti yg sahih bahwa vaksin adalah salah satu bentuk konspirasi Yahudi terhadap kaum muslim sebagaimana dituduhkan oleh beberapa pihak ~ pen). Dan anggaplah itu benar, maka masih perlu di tinjau kembali status hukum syar’inya

Alhamdulillah Ustadz Abu Ubaidah hafidhahullah secara langsung telah menanyakan hukum Imunisasi kpd MUFTI ‘AM Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, pada hari jum’at, tgl. 14 Dzulhijjah 1429 H. Beliau menanyakan: “

Wahai Syaik, ada imunisasi jenis tertentu yg salah satu bahannya adalah Babi tetapi setelah diproses bahan tsb tidak ada, apa hukumnya?”

Syaikh menjawab : ”Hal itu TIDAK MENGAPA”.

Turut menyaksikan soal jawab tsb Ustadz Anwari Ahmad dan Ustadz Aris Munandar. (ibnuabbaskendari )...


** HUKUM IMUNISASI**

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa musibah?

Jawaban
La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih.

“Artinya : Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”

ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya.

Tapi tidak boleh menggunakan jimat-jimat untuk menghindari penyakit, jin atau pengaruh mata yang jahat. Karena Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari perbuatan itu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menjelaskan itu termasuk syirik kecil. Kewajiban kita harus menghindarinya.

[Fatawa Syaikh Abdullah bin Baz. Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun X/1427/2006M. Dikutip dari kitab Al-Fatawa Al-Muta’alliqah bi Ath-Thibbi wa Ahkami Al-Mardha, hal. 203. DArul Muayyad, Riyadh]

http://www.almanhaj.or.id/content/1860/slash/0